Monday, May 4, 2015

hidup tanpa pilihan adalah pilihan.

Sebagaimana kedua orang yang sedang berjalan pada tujuan yang sama, namun dengan mimpi yang berbeda.

Seorang pemimpi yang selalu berkhayal untuk melakukan banyak hal tantangan dan bertualang, dipartnerkan dengan seorang realistis yang selalu berusaha pada hal nyata namun enggan untuk mencoba hal-hal baru.

astronot yang ingin mengelilingi luar angkasa, sedang dipasangkan dengan dokter yang memeriksa penyakit manusia. Bagaimana mungkin astronot ingin tinggal di luar angkasa hidup dengan dokter yang mempunyai mimpi mengabdi mengobati penyakit manusia di bumi?

ratusan kilometer jarak yang ditempuh, perbedaan waktu, dan ketidakmungkinan sering bertatap muka karena mahalnya ongkos untuk bertemu bukan menjadi penghalang untuk tetap terus bersama. namun bagaimana jika mimpi masing-masing berbeda? 

Diusia 20++ keinginan mencari pendamping hidup harus disertai dengan pemikiran jangka panjang. Tidak hanya soal kecocokan dan kenyamanan, namun bagaimana memandang hidup dan cita-cita masa depan harus sejalan.

Jawabannya hanya soal waktu, sejauh mana masing-masing dapat memendam keegoisan mimpinya untuk menyelaraskan tujuan, ataukah tetap berpegang teguh pada mimpi yang telah dibangun selama ini. Setidaknya, selama masih sama-sama ingin berusaha dan Tuhan meridhoinya pasti akan ada jalan. 

Saat ini kita hanya perlu menjalani, tanpa berharap banyak selain menggusur mimpi masing-masing dan menciptakan mimpi baru yang bahagia. Sebagian manusia berfikir bahwa mimpi mudah dan gratis. Untukku, mimpi datangnya dari nurani dan hati, tercipta dari inspirasi dan menjadi prinsip bagi diri. Sayangnya bagiku mimpi tak mudah untuk dimiliki.

Ya, sekali lagi kita tidak ada pillihan selain menjalani, lagipula hidup tanpa pilihan bukankah merupakan pilihan?