Monday, April 27, 2015

Temajuk dan tetangga sebelah : Teluk Melano

Sekilas sebagai rakyat Indonesia yang mencintai negarannya kalo udah mulai diacakadul sama negara lain, tentu pasti telinga akan panas setiap mendengar nama Malaysia. Negara ini seringkali terdengar mencari onar dengan negara kita, ibarat tetangga. Ini Negara suka nya ngambilin buah rumah kita tanpa bilang-bilang dan seketika jadi suka bertengkar antar tetangga.
tapi....itu yang kita tau dari kulit buahnya, yang hanya kita dengar di televisi dan media berita. Namun, bagaimana dengan masyarakat Indonesia yang selalu berinteraksi dengan masyarakat di Malaysia? Apakah mereka seperti kita yang seringkali benci pada Malaysia?

Rasa penasaran ini akhirnya terjawab ketika saya melakukan KKN di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia, tepatnya di Desa Temajuk.
Ingat mercusuar yang dibangun oleh Malaysia di desa temajuk? itu berada di desa kami KKN di Dusun Camar Bulan. Meskipun, di televisi sepertinya panas membara membahas permasalahan ini, namun berbeda ketika saya melihat sendiri bagaimana reaksi masyarakat disana. Desa Temajuk ini telah dilindungi oleh tentara-tentara yang berjaga disana, antara lain menjaga perbatasan dan menjaga apabila terdapat perintah dari pusat untuk segera menghancurkan mercusuar tersebut.
"Mak kesalkah dengan malaysia?"
"kenapa kesal? Ya mak sedih kalo liat mercusuar itu dibangun. Tapi mak dengan warga Malaysia disana berteman. Kami tidak bertengkar, nanti mak ajak kalian ke Malaysia kapan-kapan."

Warga di desa temajuk dengan warga di Teluk Melano Malaysia sangat akrab, bahkan banyak pula warga di Teluk Melano yang ternyata masih sesaudara dengan Mak. "Loh kok bisa Mak?" "Iya, saudara Mak banyak yang pindah ke Melano, hidup disana. Lebih terjamin di Malaysia."

Yupp!!! Jadi menurutku orang-orang pemerintah di Malaysia merupakan orang-orang dengan pemikiran marketing yang cukup handal! Analoginya seperti Ramayana, yang sering memberikan diskon besar-besaran sepanjang hari, bulan, tahun akhirnya orang-orang kalo belanja pada pindah ke Ramayana. (sebenernya kenapa sih Ramayana diskonnya parah banget, ini strategi marketing apa lagi sedekah besar-besaran?)

Ya, di teluk melano malaysia, disana desanya sangat nyaman. Bagaimana tidak? Sekolah gratis dan bagus, mendapat laptop, warungnya lengkap barang-barangnya, air dan listrik disediakan, petani bibit sering dikasih pemerintah. Bandingkan dengan di desa temajuk? Sekolahnya masih kurang guru, fasilitas kurang memadai, SMA nya lantainya masih pasir :'''(

Suatu hari ketika Lebaran, Temajuk dan Teluk Melano punya budaya sendiri. Di hari pertama lebaran warga Temajuk akan pergi bersilaturahmi ke Teluk Melano, di hari kedua warga Teluk Melano akan bersilaturahmi ke Temajuk. Beruntungnya kami bisa berinteraksi langsung dengan warga Teluk Melano di hari lebaran, kami ke rumah Kepala Desa Teluk Melano niatnya ingin minta makan ketupat opor bersilaturahmi, kami disambut baik oleh anak kepala desa teluk melano yang merupakan seorang guru. Kemudian anak kepala Desa ini bercerita "Saya salut sama anak-anak di Desa Temajuk, semangat sekali kalo belajar. Berbeda dengan anak-anak di Melano, mereka lebih senang dirumah bertani daripada Belajar."
Tentu kami penasaran, bagaimana mungkin anak-anak di Melano lebih senang bertani daripada belajar di sekolah? Bukankah fasilitas, laptop, guru semua diberikan? Bagaimana bisa lebih senang bertani? 

Ibu Guru ini melanjutkan, "Meskipun sudah diberikan fasilitas yang mewah di sekolah anak-anak tetap lebih senang bertani. Pemerintah Malaysia sangat memanjakan desa di perbatasan, dengan menjadi petani hidup di Melano sudah sangat cukup. Bibit sering diberikan oleh pemerintah, air listrik diberikan, warungnya sangat lengkap. untuk apa sekolah tinggi-tinggi jika jadi petani saja mereka sudah mendapatkan hidup yang nyaman dan layak?"

Terungkaplah benang merah, mengapa masyarakat Indonesia banyak yang pindah ke Malaysia dan mengapa anak-anak di Melano lebih senang dirumah dan bertani daripada sekolah. Teknik marketing yang yahut ini di satu sisi sangat menggiurkan, tetapi juga menjadi bumerang dimana dengan memanjakan masyarakat melalui berbagai fasilitas ternyata bukan ide yang baik untuk membangun masyarakat yang mandiri. Di satu sisi, saya sedih melihat infrastruktur di Temajuk yang belum ada listrik, air masih susah, sekolah fasilitasnya kurang, dan jika dibandingkan dengan Melano sungguh belum ada apa-apanya. Namun, dengan serba kekurangan ini justru desa temajuk bisa mandiri dan jadi orang-orang yang serba bisa. Buat rumah sendiri, motor rusak betulin sendiri, apa-apa dilakukan sendiri. Bangga sama orang-orang Temajuk, meskipun dengan fasilitas menggiurkan dari negara tetangga sudah melambai-lambai tetapi mereka tetap bersikukuh untuk stay di Temajuk. Alasan Emakku adalah, "Biarpun mak tau di Malaysia sudah enak betul hidupnya, tapi mak tetap senang di Indonesia. Meskipun anak mak namanya Malay (yang konon maksutnya Malaysia) tapi mak ingin anak Mak tetap tinggal di Indonesia."


Mewek jamaah, mau program KKN meningkatkan rasa nasionalisme warga temajuk saya justru kalah rasa nasionalismenya dibandingkan mereka. Denger ini, aku mah rasa nasionalismenya masih butiran deterjen rinso yang sekali bilas langsung ilang. :''''''''')

Sunday, April 26, 2015

Temajuk : Keluarga Pak Agus yang tak terlupakan!

"Kak sherinnnnnn.....kakak nak kemana?"
"kaaak... tak usahlah kakak pergi... temani malay lah kakak...."

Malay adalah anak dari ibu angkat saya selama saya KKN di Desa Temajuk. Namanya Malay, karena sewaktu dia lahir, bapaknya berada di Malaysia mencari nafkah. Laki-laki bocah berusia 3 tahun ini berambut panjang, paling metal kalo udah liat dia main. tapi paling imut lembut kalo hanya liat sepintas mengingat cara berbicaranya yang imut dan rambut gondrongnya. Beberapa anak KKN baru menyadari bahwa Malay adalah cowok ketika di akhir KKN, dari suara dan rambut gondrongnya cowok ini terlalu cute :3

Pagi-pagi Malay sering bangunkan kami di kamar dengan lonjakannya di kasur "Kakaaaak...bangunlah kakakkk......" Kita mengelitiknya hingga ia tertawa terpingkal-terpingkal. Hobinya malay tidak pakai baju dan tidur di depan kipas angin.

Emakku merupakan petani kebun, sehingga ia masak sayur-sayuran dari kebunnya sendiri. Jarang pula di temajuk jual beraneka sayur layaknya di pasar kota-kota. Jika ingin masak oseng kangkung, cukup ambil di selokan depan rumah. Jika sedang musim petai, setiap hari kita makan petai. Hingga dijadikan cemilan sambil nonton tivi dengan dibakar dan dicocol sambal. Sebagai fans cukup fanatik pete, saya sangat senang ketika petai panen. hahaha

Keluarga mamak beberapa tinggal di Malaysia, kadang kami dibawanya ke Malaysia nak tengok sodaranya. Malay mempunyai sepupu di Malaysia berumur 5 tahun namanya Rindu. Malay dan Rindu ketika sudah bertemu layaknya anak kecil di Indonesia pada umumnya lari-lari main, naik-naik tangga, kejar-kejaran. Ibunya Rindu bilang anak-anak di Malaysia berbeda dengan anak-anak di Indonesia, anak kecil di Malaysia jarang sekali yang mau main kejar-kejaran di luar rumah seperti anak Indonesia, makanya ketika Rindu bertemu Malay dia senang sekali. Senang karena ada yang mengajaknya main lari-larian. Rata-rata anak kecil di Malaysia tidak bermain di luar rumah, mereka bermain hanya di dalam rumah.

Di temajuk sulit sekali untuk makan sayur, cerita emak. Kita makan sayur seadanya apa yang panen. Sewaktu lagi sulitnya sayur, emak masak daun mengkudu, rasanya pait-pait getir tapi sungguh nikmat. Sering juga emak masak buah dijadikan sayur, emak pernah masak nanas dijadikan sayur dan rasanya enak banget hingga saya minta resepnya hahaha. Tiada tara soal makanan di temajuk, semua bahan sayur maupun buah bisa dijadikannya makanan lezat. Pantaslah teman-teman di KKN mengalami penambahan berat badan semua. (elus perut)

Bapakku namanya Pak Agus beliau merupakan seorang buruh apa saja, kadang ia bekerja di Malaysia menjadi buruh. Terkadang menjadi nelayan ikan ataupun lobster. Terkadang ia menjual burung hasil tangkapannya di hutan, bapak hobi sekali dengan burung, punya beberapa burung bersuara merdu di rumah. Harganya jika di jual kota berkisar Rp 500.000-750.000.  Boleh bilang Bapak ini sakti! Sewaktu kami ke hutan 3 hari 2 malam, dengan perlengkapan repotnya. Pake sepatu, bawa cemilan banyaaak, jaket, kompas. Bapak cuma pakai sendal jepit, kaos, celana pendek. Padahal jalurnya cukup licin dan curam. Kami menghabiskan waktu 3 hari 2 malam, bapak cukup satu malam. The Amazing of Bapak Agussssss.

Suatu hari, bapak ingin sekali mengajak kami mencari remis, remis ini sejenis kerang. Berangkatlah kita pagi-pagi pake motor bonceng tiga dengan 2 motor. Mencari remis pada dasarnya gampang-gampang susah. Gampang ketika air lagi surut, remis akan mudah didapat. Menangkap remis menggunakan sendok, dan botol aqua. Kami berpencar di sepanjang pantai sixteen, menggaruk-garuk pasir, dari ujung ke ujung. Dalam 2 jam kami menemukan remis sebanyak 1 botol aqua ukuran 600ml. Kebayang kan jadi nelayan kerang remis seperti ini nyarinya berjam-jam dapetnya sedikit. Giliran kita kalo makan di restoran seafood suka ngeluh kalo satu piring kerangnya cuma sedikit, padahal petaninya nyarinya susah banget kalo lagi gak musim.

Rumah kami menggunakan genset, dalam sehari bapak menghabiskan 5 liter bensin. 1 liternya seharga 9.000 setiap malam bapak menghabiskan 45.000 untuk biaya listrik di malam hari. Listrik ini biasanya bapak nyalakan menjelang maghrib sekitar jam 6 malam, dan akan mati secara tiba-tiba ketika jam 3an. Suara genset yang berisik membuat kita gak takut akan gelapnya jalan di desa temajuk, dan bikin nyenyak ketika tidur. Ketika genset mati, saya sering kebangun karena terasa tak ada lagi suara genset yang menyenyakkan saya di dalam tidur.

Malay, anak emak sudah bisa berhitung "satu...duaaaa....gitook...gitook...empat...limaaaa...nammm..uju...lapa...bilan....puluh....."
ketika dia menunjukkan sesuatu kepada kami, seringkali Malay menyebutnya dengan "gitook..gitoook..."
Paling senang menggambar, dan sangat senang dengan dunia hewan di hutan.. Bersama sepupunya namanya Elsa, mereka sering belajar bareng di rumah Malay. Semenjak kedatangan kami di rumah pak Agus di hari kedua kami tinggal, Elsa sudah datang ke rumah minta diajarkan mengaji. Meskipun genset dirumah lagi tak nyala, tak menyurutkan hasrat belajar Elsa untuk minta diajarkan mengaji dan membaca menggunakan senter. Elsa ini berusia 5 tahun, dan sudah bisa berhitung 1-100. Cerdas.

Suatu hari sebelum beberapa hari meninggalkan desa temajuk, Malay nanya "Kak... tak betah kah kaka disitok? kaka nak tinggalkan malay? Mak, tak betahkah kakak tinggal di rumah?"
Ngampet tangisan yang udah mau banjir di mata, ketika malay bertanya kayak gini.
Di akhir kepulangan, isak tangis warga temajuk dan seisi bis mengisi perjalanan pulang kami. Hal-hal kecil di temajuk sampe sekarang masih sering dirindukan. Kesederhanaan, keramahtamahan, kekeluargaan, kedamaian, hal-hal seperti ini yang cuma bisa didapatkan di desa temajuk.
Sesampainya di jogja, saya jadi sering risih sama bunyi-bunyi kendaaraan lalu lalang, tidur selalu matiin lampu padahal sebelum KKN gak berani tidur dalam keadaan gelap, sering jalan kaki dari kos ke kampus, jalan kaki kemana-mana, hal-hal ini kadang masih saya bawa dalam kegiatan sehari-hari sampe sekarang. Sepertinya saya harus balik lagi ke desa temajuk.