Friday, September 7, 2012

Fiksi tokek

Saya hanyalah sebentuk makhluk ciptaan tuhan yang berfisik menjijikan bagi beberapa manusia. Bahkan, mendengar suaraku saja mereka segera menutup telinga rapat-rapat. Mereka percaya bahwa ketika aku bersuara, apabila berjumlah ganjil maka ada roh halus yang sedang mendekati mereka. Padahal kami bersuara hanya karena sedang jaga ronda. Dasar Manusia, dicipta pintar tapi kadang berpikir tidak logis.

Sekarang, rumah kosong yang aku tempati telah digunakan oleh beberapa manusia. Tempatku tergusur, aku harus hinggap di atas kamar nomor 8 yang penghuni kamarnya selalu saja ribut setiap kali mendengar nama jenis spesiesku, namanya Nuli kudengar. Singkat cerita, rupanya Nuli ini acap kali mempunyai ide-ide liar dengan spesiesku. Pernah kudengar Ia berkata begini kepada temannya “Kalo kamu bisa nangkep tokek dan kamu jual, harganya mahal loh" atau “ternyata tokek goreng berkhasiat nyembuhin penyakit gatel-gatel, widiih obat mujarab” Dia berniat membunuhku. Ah sial, kenapa manusia tidak berdamai saja dengan makhluk spesies sepertiku, aku hanya ingin hidup selayaknya makhluk yang lain. Itu saja. 

Semakin Ia merasa risih semakin sering kubunyikan suaraku. Ku buat rencana, bersuara setiap malam dari setiap sisi di kamar tidurnya. hingga Ia terus berteriak “AAAKHHHH TOKEEK DIEEM, GORENG NIIH” setiap Ia berkata itu, aku langsung berhenti, takut dengan ancaman goreng! Bayangkan jika tubuhku harus dipotong dan digoreng, aku tak sanggup membayangkannya. Tetapi ancaman itu tak berarti menyusutkan semangatku untuk tetap gencar membiasakan mereka mendengar suaraku. “tokeeek. Tokeeeek. TOKEEEEK” dan Nuli tetap saja ketakutan. Hingga Ia kadang terkentut-kentut.

Setiap hari, ancaman dari kawanan spesiesku terus melakukan gencaran, tujuan kami satu : mengusir mereka atau membiasakan mereka dengan keberadaan kami. Kami ingin hidup, kami memperjuangkan sekelompok kawanan kami, masa depan dan cucu turunan kami.

Hari-hari berlalu, Nuli tak seribut seperti biasanya lagi. Kini ia, suka menyapaku yang suka nangkring tepat di atas kamarnya, terkadang Ia suka bercerita apa saja dan aku hanya mendengar dari atas kamarnya. Dulu setiap pagi Ia selalu mengeluh jika harus menyapu kotoranku, tetapi sekarang Ia menadahkan tempat sampahnya tepat di atas tempat kediamanku. Kami sekarang hidup beriringan, spesies kami tak lagi harus berperang demi tempat hidup kami. Namun, kudengar dari kotak yang mengeluarkan gambar dan suara, di luar sana masih ada sekelompok manusia yang tempat hidupnya terus tergusur dan ditindas? Tidakkah manusia lebih cerdas dan mempunyai hati nurani? Bagaimana bisa sesama manusia saling menggusur dan menindas?

Ah, aku hanyalah seekor hewan yang tak patut mencari tau dan mencoba menyelesaikan perkara dunia manusia. Yang kutau kini, manusia dan hewan dapat hidup berdampingan. Kini aku punya anak 1, kuberi nama dia Uza, sesuai dengan sedikit nama belakang dari penghuni kamar nomor 8 ini. Menyenangkan hidup dalam kedamaian bersama Nuli. Aku harap, kita bisa saling terus hidup bersama. Salam Raja Tokek!

Inspired by Rico de Coro - Filosofi Kopi :)

2 comments:

Anonymous said...

wakaka ngakak. nama anak tokeknya faUZAni ya?:3

sherina fauzani said...

siapa nih yang comment? iyak, aku sekarang jadi melihara tokek di kosan -___-'